Wednesday, 18 June 2014

TIMELINE OF PSYCHOLOGY

TIMELINE OF PSYCHOLOGY

387 BC  -  Plato mengusulkan bahwa otak adalah mekanisme proses mental

335 BC  -  Aristotle mengusulkan bahwa jiwa adalah mekanisme proses mental

1649  -  Rene Descartes menjelaskan konsep dualismenya dalam bukunya yang berjudul Passions of the Soul

1774  -  Franz Mermer melakukan penyembuhan penyakit mental pertamanya yang dinamakan mesmerism (sekarang dikenal sebagai hipnotis)

1793  -  Philippe Pinel pertama kali membebaska pasien mental dari rumah sakit jiwa sebagai bentuk gerakan untuk mendukung perawatan pasien mental yang lebih manusiawi

1859  -  Charles Darwin menjelaskan mengenai teori evolusi dan survival of the fittest dalam bukunya yang berjudul On the Origin of Species

1861  -  Paul Broca menemukan area otak di lobus frontal kiri yang berperan dalam perkembangan kemampuan berbahasa

1869  -  Sir Francis Galton merilis Hereditary Genius yang menjelaskan bahwa kecerdasan seseorang adalah hasil keturunan biologis. Pemikiran ini dipengaruhi oleh teori evolusi Darwin

1874  -  Franz Brentano memperkenalkan psikologi dari sudut pandang empiris

1879  -  Wilhelm Wundt mendirikan laboratorium eksperimen psikologi pertama di Leipzig, German

1887  -  G. Stanley Hall merilis edisi pertama American Journal of Psychology

1890  -  William James merilis prinsip klasik psikologi

1905  -  Sigmund Freud memunculkan teori psikoseksual dalam pengembangan kepribadian.
             Edward Thorndike menemukan hukum efek.

1906  -  Ivan Pavlov dalam penemuan conditioning klasik.

1920  -  John B. Watson menerbitkan the Little Albert experiment, menggunakan kondisioning klasik

1921  -  Gordon Allport dalam teori kepribadiannya

1927  -  Ivan Pavlov memperkenalkan Teori Classical Conditioning.

1930  -  Jean Piaget memperkenalkan Teori Perkembangan Kognitif

1933  -  Sigmund Freud mengajukan teori Psikoanalisa ( id, ego, superego )

1938  -  B.F. Skinner mengenalkan konsep operant conditioning

1942  - Carl Rogers menerbitkan Counseling and Psychotherapy

1943  - Abraham Maslow memperkenalkan hirarki kebutuhannya

1945  -  The Journal of Clinical Psychology didirikan.

1950  -  Eric Erickson mengajukan tahap psikososial

1951  -  Solomon Asch mendemonstrasikan kekuatan konformitas dalam grup.

1952  -  Edisi pertama The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) diterbitkan

1953  -  B. F. Skinner merancang teknik terapi behavioral

1954  -  Abraham Maslow mendirikan psikologi Humanistik setelah mengembangkan Hirarki    
             Kebutuhannya.

1956  -  Rollo May memperkenalkan Psikologi Eksistensialis.

             Leon Festinger mengajukan teori Cognitive dissonance

1959  -  Noam Chomsky menerbitkan ulasannya terhadap perilaku verbal B.F. Skinner

1963  -  Lawrence Kohlberg memunculkan teorinya dalam pengembangan moral.

1965  -  Anna Freud  menerbitkan buku Normality and Pathology in Childhood

1967  -  Aaron Beck memunculkan model psikologis dari depresi yang memainkan peranan penting
             pada perkembangan dan depresi itu sendiri.

1968  -   Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) - II diterbitkan

1971  -  Experiment Penjara Stanford, dilakukan oleh Philip Zimbardo

1978  -  Mary Ainsworth mengenalkan studinya pada Teori Attachment Theory

1980  -   Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) - III diterbitkan

1986  -  Albert Bandura memperkenalkan Social Cognitive Theory

1987  -  Erik Erikson menerbitkan The Life Cycle Completed, pengembangan teori perkembangan psikososialnya

1989  -  Albert Bandura memperkenalkan konsep Reciprocal Determination

1994  -   Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) - IV diterbitkan

2007  -  Philip Zimbardo merilis bukunya yang berjudul The Lucifer Effect berdasarkan hasil penelitiannya Stanford Prison Experiment

2013  -   Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) - V diterbitkan






Tuesday, 17 June 2014

Perspective on Social Psychology

Psikologi sosial adalah suatu studi tentang hubungan antara manusia dan kelompok. Para ahli dalam bidang  interdisipliner ini pada umumnya adalah para ahli psikologi atau sosiologi, walaupun semua ahli psikologi sosial menggunakan baik individu maupun kelompok sebagai unit analisis mereka.
Psikologi sosial sempat dianggap tidak memiliki peranan penting, tapi kini hal itu mulai berubah. Dalam psikologi modern, psikologi sosial mendapat posisi yang penting. Psikologi sosial telah memberikan pencerahan bagaimana pikiran manusia berfungsi dan memperkaya jiwa dari masyarakat kita. Melalui berbagai penelitian laboratorium dan lapangan yang dilakukan secara sistematis, para psikolog sosial telah menunjukkan bahwa untuk dapat memahami perilaku manusia, kita harus mengenali bagaimana peranan situasi, permasalahan, dan budaya.
Walaupun terdapat banyak kesamaan, para ahli riset dalam bidang psikologi dan sosiologi cenderung memiliki perbedaan dalam hal tujuan, pendekatan, metode dan terminologi mereka. Mereka juga lebih menyukai jurnal akademik dan masyarakat profesional yang berbeda. Periode kolaborasi yang paling utama antara para ahli sosiologi dan psikologi berlangsung pada tahun-tahun tak lama setelah Perang Dunia II. Walaupun ada peningkatan dalam hal isolasi dan spesialisasi dalam beberapa tahun terakhir, hingga tingkat tertentu masih terdapat tumpang tindih dan pengaruh di antara kedua disiplin ilmu tersebut.
Di dalam Perspective on Social Psychology terdapat tokoh :

  1. Kurt Lewin
  2. Solomon Asch 
  3. Erving Goffman
  4. Robert Zajonc
  5. Phillip Zimbardo

1. Kurt Lewin

      
     Teori Medan (Field Theory)
      Kurt Lewin (1935,1936) mengkaji perilaku sosial melalui pendekatan konsep "medan"/"field" atau "ruang kehidupan" - life space. Untuk memahami konsep ini perlu dipahami bahwa secara tradisional para psikolog memfokuskan pada keyakinan bahwa karakter individual (instink dan kebiasaan), bebas - lepas dari pengaruh situasi di mana individu melakukan aktivitas. Namun Lewin kurang sepaham dengan keyakinan tersebut. Menurutnya penjelasan tentang perilaku yang tidak memperhitungkan faktor situasi, tidaklah lengkap. Dia merasa bahwa semua peristiwa psikologis apakah itu berupa tindakan, pikiran, impian, harapan, atau apapun, kesemuanya itu merupakan fungsi dari "ruang kehidupan"- individu dan lingkungan dipandang sebagai sebuah konstelasi yang saling tergantung satu sama lainnya. Artinya "ruang kehidupan" merupakan juga merupakan determinan bagi tindakan, impian, harapan, pikiran seseorang. Lewin memaknakan "ruang kehidupan" sebagai seluruh peristiwa (masa lampau, sekarang, masa datang) yang berpengaruh pada perilaku dalam satu situasi tertentu.        
      Bagi Lewin, pemahaman atas perilaku seseorang senantiasa harus dikaitkan dengan konteks - lingkungan di mana perilaku tertentu ditampilkan. Intinya, teori medan berupaya menguraikan bagaimana situasi yang ada (field) di sekeliling individu bepengaruh pada perilakunya. Sesungguhnya teori medan mirip dengan konsep "gestalt" dalam psikologi yang memandang bahwa eksistensi bagian-bagian atau unsur-unsur tidak bisa terlepas satu sama lainnya. Misalnya,  kalau kita melihat bangunan, kita tidak melihat batu bata, semen, kusen, kaca, secara satu persatu. Demikian pula kalau kita mempelajari perilaku individu, kita tidak bisa melihat individu itu sendiri, lepas dari konteks di mana individu tersebut berada.

2. Solomon Asch 

Konformitas
Konformitas adalah Suatu jenis pengaruh sosial di mana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada. 

Konformitas dan Penelitian Solomon Asch

      Penelitian Solomon Asch pada tahun 1951 dan 1955 disebut sebagai salah satu penelitian klasik dalam psikologi sosial. Partisipan dalam penelitian ini diminta untuk mengindikasikan yang mana dari ketiga garis pembanding yang sama persis dengan sebuah garis standar. Beberapa orang dari partisipan adalah asisten peneliti yang tidak diketahui oleh partisipan lainnya. Pada saat-saat yang disebut sebagai critical trials, para asisten peneliti tersebut dengan sengaja menjawa salah pertanyaan yang diajukan. Mereka secara bulat memilih garis yang salah sebagai garis yang sesuai dengan garis standar. Lebih dari itu, mereka menyatakan jawaban salah tersebut terlebih dahulu sebelum partisipan yang lain memberikan jawaban. Hasilnya adalah bahwa ternyata partisipan yang lain kemudian terpengaruh dan memberikan jawaban yang sama dengan yang dikatakan oleh para asisten peneliti tersebut. Pada titik ini terjadilah apa yang disebut dengan konformitas. Salah satu perkembangan menarik dari teori konformitas berdasarkan penelitian-penelitian Solomon Asch berikutnya yang bisa dikedepankan adalah bahwa harus dibedakan antara konformitas publik (public conformity) dengan penerimaan pribadi (private acceptance). Banyak orang melakukan perilaku-perilaku tertentu yang sesuai dengan norma sosial atau norma kelompok walaupun hal tersebut tidak mereka yakini sebagai sesuatu kebenaran untuk dilakukan.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Konformitas
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi konformitas. Faktor- faktor tersebut adalah:


  1. Pengaruh dari orang-orang yang disukai
    Orang-orang yang disukai akan memberikan pengaruh lebih besar. Perkataan dan perilaku mereka cenderung akan diikuti atau diamini oleh orang lain yang menyukai dan dekat dengan mereka.
  2. Kekompakan kelompok
    Kekompakan kelompok sering disebut sebagai kohesivitas. Semakin kohesif suatu kelompok maka akan semakin kuat pengaruhnya dalam membentuk pola pikir dan perilaku anggota kelompoknya.
  3. Ukuran kelompok dan tekanan sosial
    Konformitas akan meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah anggota kelompok. Semakin besar kelompok tersebut maka akan semakin besar pula kecenderungan kita untuk ikut serta, walaupun mungkin kita akan menerapkan sesuatu yang berbeda dari yang sebenarnya kita inginkan.
  4. Norma sosial deskriptif dan norma sosial injungtif
    Norma deskripti adalah norma yang hanya mendeskripsikan apa yang sebagian besar orang lakukan pada situasi tertentu. Norma ini akan memengaruhi tingkah laku kita dengan cara memberi tahu kita mengenai apa yang umumnya dianggap efektif atau bersifat adaptif dari situasi tertentu tersebut. Sementara itu, norma injungtif akan memengaruhi kita dalam menentapkan apa yang harusnya dilakukan dan tingkah laku apa yang diterima dan tidak diterima pada situasi tertentu.

Alasan Mengapa Individu Memilih untuk Melakukan Konformitas
Ada beberapa alasan yang dapat dikedepankan untuk memahami mengapa individu melakukan konformitas. Alasan-alasan tersebut adalah:
  1. Keinginan untuk disukai
    Sebagai akibat internalisasi dan proses belajar di masa kecil maka banyak individu melakukan konformitas untuk membantunya mendapatkan persetujuan dengan banyak orang. Persetujuan diperlukan agar individu mendapatkan pujian. Oleh karena pada dasarnya banyak orang senang akan pujian maka banyak orang berusaha untuk konform dengan keadaan.
  2. Rasa takut akan penolakan
    Konformitas penting dilakukan agar individu mendapatkan penerimaan dari kelompok atau lingkungan tertentu. Jika individu memiliki pandangan dan perilaku yang berbeda maka dirinya akan dianggap bukan termasuk dari anggota kelompok dan lingkungan tersebut.
  3. Keinginan untuk merasa benar
    Banyak keadaan menyebabkan individu berada dalam posisi yang dilematis karena tidak mampu mengambil keputusan. Jika ada orang lain dalam kelompok atau kelompok ternyata mampu mengambil keputusan yang dirasa benar maka dirinya akan ikut serta agar dianggap benar.
  4. Konsekuensi kognitif
    Banyak individu berpikir melakukan konformitas adalah konsekuensi kognitif akan keanggotaan mereka terhadap kelompok dan lingkungan di mana mereka berada.
Alasan Mengapa Individu Tidak Melakukan Konformitas
Ada dua alasan mengapa seseorang bisa saja tidak melakukan konformitas. Alasan tersebut adalah:
  1. Deindividuasi
    Deindividuasi terjadi ketika kita ingin dibedakan dari orang lain. Individu akan menolak konform karena tidak ingin dianggap sama dengan yang lain.
  2. Merasa menjadi orang bebas
    Individu juga menolak untuk konform karena dirinya memang tidak ingin untuk konform. Menurutnya, tidak ada hal yang bisa memaksa dirinya untuk mengikuti norma sosial yang ada. 

  3. Erving Goffman

Impression Management
Interaksionisme simbolik pada hakikatnya (lebih) merupakan bagian dari psikologi sosial yang menyoroti interaksi antar-individu dengan menggunakan simbol-simbol. Konsep interaksionisme simbolik Erving Goffman juga menyoroti masalah-masalah yang berhubungan dengan interaksi antara orang-orang yang juga melibatkan simbol-simbol dan penafsiran-penafsiran di mana peranan antara the self dan the other mendapat porsi perhatian yang sama dalam koteks interaksi dimaksud. Interaksionisme simbolik Erving Goffman memang selalu mengacu kepada konsep-konsep 'impression management', role distance, dan secondary adjustment di mana ketiganya bertumpu pada konsep dan peranan the self dan the other tadi. Selain itu, Goffman juga menyoroti masalah face-to-face interaction, yaitu interaksi atau hubungan tatap muka yang menjadi dasar pendekatan mikrososiologi dalam analisis sosiologisnya.
Inti dari ajaran Goffman adalah apa yang disebut dengan dramaturgy. Dramaturgy yang dimaksud Goffman adalah situasi dramatik yang seolah-olah terjadi di atas panggung sebagai ilustrasi yang diberikan Goffman untuk menggambarkan orang-orang dan interaksi yang dilakukan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, Goffman menggambarkan peranan orang-orang yang berinteraksi dan hubungannya dengan realitas sosial yang dihadapinya melalui panggung sandiwara dengan menggunakan skrip (jalan cerita) yang telah ditentukan. Seperti layaknya sebuah panggung maka ada bagian yang disebut frontstage (panggung bagian depan) dan backstage (panggung bagian belakang) di mana keduanya memiliki fungsi yang berbeda. Betapa penting peranan dan fungsi backstage terhadap keberhasilan penampilan di frontstage, kajian-kajian terhadap hal-hal yang berada di luar perhitungan benar-benar bertumpu pada sumber daya-sumber daya yang ada pada kedua bagian tersebut. Di samping itu, konsep dramaturgy Goffman juga dipakai oleh beberapa ahli sosiologi seperti Kennen dan Collins dalam melakukan studi yang menyangkut interaksi antara orang-orang yang menjadi kajian mereka.
Interaction Order adalah artikel 'penutup' dari seluruh karya-karya Goffman sebelum ia wafat tahun 1982. Dalam tulisannya ini, Goffman secara konsisten tetap menyoroti masalah interaksi tatap muka yang ordonya dimulai dari skala yang terkecil atau terendah menuju skala terbesar atau tertinggi, yaitu yang terdiri dari persons, contact, encounters, platform performances, dan celebrations. Meskipun hampir sebagian besar analisis Goffman tidak menyertakan konsep penting interaksionisme simbolik, yaitu self interaction, namun bagi Goffman, seorang aktor yang berada 'di atas panggung' itu harus mampu menafsirkan, memetakan, mengevaluasi, dan mengambil tindakan sehingga atas dasar kemampuannya itu manusia dikategorikan sebagai makhluk yang aktif. Bagi Goffman, sebagai makhluk yang aktif, manusia itu justru harus mampu untuk memanipulasi situasi yang dihadapinya. Hal inilah yang mendasari pandang Goffman bahwa seorang sosiolog harus mampu melakukan analisis secara mandiri atas kondisi-kondisi sosial yang dihadapinya.



4.  Robert Zajonc

Familiarity
Prinsip dari familiarity dicerminkan dalam peribahasa Indonesia, “kalau tak kenal, maka tak sayang”. Ketika kita sering berjumpa dengan seseorang  dan tidak ada hal yang pentik untuk dibicarakan maka kita akan menyukainya. Robert B. Zajonc dalam Jalaluddin Rakhmat (2011) memperlihatkan foto-foto wajah dalam subjek-subjek eksperimennya. Ia menemukan makin seriang subjek melihat wajah tertentu maka ia akan menyukainnya. Dari penelitian tersebut kemudian melahirkan sebuah teori “more exposure” (terpaan saja). Hipotesis itu dipakai sebagai landasan ilmiah akan pentingnya repetisi pesan dalam mempengaruhi pendapat dan sikap


5. Phillip Zimbardo

Conformity

     
     Percobaan penjara Stanford adalah sebuah percobaan yang dilakukan oleh Philip Zimbardo di Universitas Stanford pada 1971 untuk mempelajari perilaku orang-orang biasa yang ditempatkan dalam penjara buatan. Zimbardo memcoba mencari tahu apa yang terjadi apabila orang-orang normal ditempatkan dalam situasi yang memungkinkan mereka untuk berbuat kejam. Subjek dari percobaan ini adalah 24 orang mahasiswa yang tidak memiliki catatan kriminal dan sehat secara psikologis. Dalam penjelasan yang diberikannya kepada para mahasiswa yang melamar menjadi sukarelawan, Zimbardo menyatakan bahwa masalah yang ingin dipelajarinya adalah terciptanya situasi psikologis melalui manipulasi lingkungan fisik serta bagaimana suatu label yang dikaitkan pada seseorang mampu mempengaruhi perilaku orang tersebut.
    Percobaan ini dilakukan di sebuah penjara buatan di Fakultas Psikologi di Universitas Stanford. Penjara  tersebut dibuat menyerupai penjara sungguhan, dengan sel penjara yang gelap tanpa adanya jendela dan tanpa adanya jam sehingga para subjek percobaan tidak mengetahui waktu yang telah berlalu. Selanjutnya seluruh percobaan ini dilakukan persis seperti kejadian nyata. Para sukarelawan yang telah ditetapkan menjadi "tahanan" didatangi kerumahnya dengan mobil polisi sungguhan, ditangkap, digeledah dan diborgol didepan umum. Sesampainya di penjara, mereka digeledah lagi dengan menelanjangi masing-masing tahanan kemudian dimasukkan ke dalam sel penjara dengan ditutup matanya dan dibiarkan beberapa saat. Setelah itu mereka dirantai kakinya dan dipakaikan baju penjara dengan kode masing-masing di punggung. Hal tersebut dilakukan untuk mereplika perlakuan, pelecehan dan penghinaan yang sama yang didapat tahanan sungguhan.
     Pada awalnya, percobaan ini direncanakan untuk berlangsung selama 14 hari namun pada hari yang keenam percobaan ini terpaksa harus diberhentikan karena perilaku para "penjaga" penjara yang semakin kejam dan para "tahanan" yang mengalami tekanan secara emosional.  Hanya dalam waktu satu hari, subjek percobaan menjiwai peran masing-masing sebagai penjaga dan tahanan seolah-olah itu bukan eksperimen dan mereka berada dalam penjara asli.  Di hari kedua, beberapa tahanan memohon untuk dikeluarkan dari tempat tersebut bahkan dalam waktu lima hari terdapat sepuluh orang tahanan yang dibebaskan.  Percobaan ini dihentikan setelah mendapatkan protes dari psikolog Universitas California, Berkeley bernama Christina Maslach yang kemudian menjadi istri Dr. Zimbardo. Selama eksperimen berlangsung, tahanan dan penjaga penjara menjalani dengan sungguh-sungguh peran yang diberikan bagi mereka sekalipun mereka menyadari kalau ini hanyalah percobaan belaka. Melalui percobaan ini, Zimbardo menyimpulkan bahwa orang-orang biasa, yang sehat secara psikologis, dapat melakukan kejahatan apabila diperhadapkan di situasi yang memungkinkan mereka untuk melakukannya.






HUMANISTIC PSYCHOLOGY


         Psikologi Humanistik  muncul pada tahun 1950-an. Suatu pendekatan yang memusatkan psikologi pada pengalaman dan tingkah laku manusia, yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia. Di dalam psikologi humanistik terdapat :
  • Psikologi Eksistensial
  •  Fenomenologi

PSIKOLOGI EKSISTENSIAL

ò Ilmu pengetahuan yang mempelajari usaha perilaku manusia untuk memahami manusia dengan mengatasi jurang pemisah antara subjek dan objek

ò Konsep Dasar

§  Being In The World
o   Kesatuan antara subyek dan objek
§  Non-being
o         Kesadaran akan sesuatu yang menakutkan

     ò Konsep Kepribadian Eksistensial

§  Umwelt
§  Minwelt
§  Eigenwelt



 FENOMENOLOGI


ò Fenomenologi adalah sebuah studi dalam bidang filsafat yang mempelajari manusia sebagai sebuah fenomena.

ò Tradisi Fenomenologi
Ø  Fenomena Klasik
Ø  Fenomenologi Persepsi
Ø  Fenomenologi Hermeneutik
      
 ò Prinsip Dasar Fenomenologi

Ø  Pengetahuan ditemukan secara langsung dalam pengalaman sadar. Kita akan mengetahui dunia ketika kita berhubungan dengan pengalaman itu sendiri.
Ø  Makna benda terdiri dari kekuatan benda dalam kehidupan seseorang. Bagaimana kita berhubungan dengan benda menentukan maknanya bagi kita.
Ø  Bahasa merupakan kendaraan makna. Kita mengalami dunia melalui bahasa yang digunakan untuk mendefinisikan dan mengekspresikan dunia itu.


 PRINSIP-PRINSIP EKSISTENSIAL-FENOMENOLOGI (Brennan, 2012)


ò Manusia dipandang sebagai individu yang eksis sebagai “kemenjadian-di-dunia”.
ò Individu harus diperlakukan sebagai produk perkembagnan pribadi, bukan sebagai wujud kesatuan umum manusia.
ò Manusia hidup dengan berjuang untuk melawan depersonalisasi eksistensi oleh masyarakat yang mengakibatkan keterasingan, kesepian dan kecemasan subjektif.
ò Fenomenologi sebagai sebuah metode memungkinkan pengujian terhadap individu yang sedang mengalami suatu pengalaman.

Tokoh- tokoh yang terdapat  pada Humanistic Psychology:

ò Abraham Maslow
ò Carl Rogers
ò Rollo May

Abraham Maslow (1908-1970)
ò Nama lengkap : Abraham Harold Maslow

   

ò Lahir : 1 April 1908, Manhattan, New York
ò Anak sulung dari 7 bersaudara dari Samuel Maslow dan Rose    
      Maslow
ò Mengalami masa muda yang buruk
ò Mengambil studi psikologi di University of Wisconsin dan 
    mendapat gelar Ph.D thn 1934
ò Terpilih menjadi Presiden American Psychological Association 1967-1968
ò Teori yang terkenal : Hierarchy of Needs
Carl Rogers (1902-1987)
ò Nama lengkap : Carl Ransom Rogers
ò Lahir : 8 January 1902, Oak Park, Illionis
ò Anak ke-4 dari 6 bersaudara pasangan Wlater dan Julia Rogers
ò Menerima gelar Ph D dari Columbia University pada 1931
ò Thn 1942 menjadi ketua American Psychological Society
ò Teori yang terkenal : Client-Centered Therapy ( 1951 )


CARL ROGER’S THEORY
  Ø Person Centered Theory
  Ø Core Conditions
  Ø Asumsi – asumsi dasar


v Person Centered Theory
Client-Centered Therapy/Person-centered therapy adalah bentuk non-direktif dari terapi bicara yang dikembangkan oleh psikolog humanistik Carl Rogers selama 1940-an dan 1950-an. Sekarang adalah salah satu pendekatan yang paling banyak digunakan dalam psikoterapi.

v Core Conditions
   6 Kondisi untuk perubahan:
  • Therapist Client Psychological Contact
  • Client in-congruence
  •   Therapist Congruence or Genuineness
  •  Therapist Unconditional Positive Regard (UPR)
  •  Therapist Empathic Understanding
  •    Client Perception

v Asumsi – asumsi dasar
  ò Formative Tendency
       Kecenderungan untuk berkembang dari suatu bentuk yang lebih sederhana      
       menuju lebih kompleks. 
  ò Actualizing Tendency
      Kecenderungan ini terdapat pada makhluk hidup untuk bergerak menuju  
      pelengkapan atau pemebuhan potensi-potensi.

Rollo May ( 1909-1994 )

 ò Nama lengkap : Rollo Reese May
 ò Lahir : 21 April 1909, Ohio, AS. Besar di Marine City, 
        Michigan
 ò Masa kecil tidak menyenangkan
 ò Anak laki-laki pertama dari 6 bersaudara pasangan Earl May 
        dan Matie May
 ò Mendapat gelar Ph D dalam psikologi klinis dari Columbia   
        University
 ò Buku yang terkenal :
  The Meaning of Anxiety ( 1950 )
  Man Search for Himself ( 1953 )